DEFENISI DAN TEORI DALAM PRAGMATIK SERTA PERBEDAAN ANALISIS LINGUISTIK STRUKTURAL DENGAN ANALISIS PRAGMATIK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pragmatik
merupakan salah satu cabang ilmu linguistic yang mempelajari bahasa
secara eksternal, yaitu mengenai bagaimana penggunaan satuan kebahasaan
didalam peristiwa komunikasi dimana makna yang dikaji ilmu pragmatik
merupakan makna yang terikat konteks atau dengan kata lain mengkaji
penutur dalam pristiwa komunikasi.
Situasi
tutur merupakan hal yang penting dalam ilmu pragmatik karena situasi
tutur dapat mempengaruhi makna dari apa yang dituturkan oleh penutur,
Hal
inilah yang membedakan ilmu pragmatik dengan cabang ilmu linguistic
lainnya seperti sintaksis, morfologi, semantic dan sebagainya yang
kajiannya bukan terhadap penuturan dari penutur melainkan lebih kepada
makna, maksud dan tujuan serta komposisi-komposisi baku lainnya dalam
wacana atau teks tertulis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Pragmatik?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan situasi tutur?
1.2.3 Apa perbedaan analisis linguistic structural dengan analisis
pragmatik?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain :
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud Pragmatik
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan situasi tutur
1.3.3 Untuk mengetahui perbedaan analisis linguitik structural
dengan analisis pragramatis
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini yaitu :
1.4.1
Bagi mahasiswa, khususnya jurusan Bahasa Indonesia, makalah ini dapat
dipakai pedoman dan referensi dalam memahami mata kuliah pragmatik
1.4.2
Bagi pembaca secara umum, makalah ini dapat digunakan sebagai penuntun
dalam mendalami dan memandang bahasa sebagai tanda yang berhubungan
dengan penggunaannya dalam konteks interaksi yang terjadi secara alami
(maksud)
BAB II
PEMBAHASAN
1.1.Defenisi Pragmatik
Sebagai
ilmu kajian bahasa, linguistik memiliki berbagai cabang ilmu, antara
lain: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Fonologi
merupakan cabang linguistik yang mengkaji seluk-beluk bunyi bahasa.
Morfologi merupakan cabang linguistik yang mengkajiseluk-beluk morfem
dan penggabungannya. Sintaksis merupakan cabang linguistik yang mengkaji
penggabungan satuan-satuan lingual berupa kata yang dapat membentuk
satuan kebahasaan lebih besar, seperti: frase, klausa, kalimat, dan
wacana. Semantik merupakan cabang linguistik yang mengkaji makna
satuan-satuan lingual, baik makna leksikal maupun gramatikal. Sedangkan
pragmatik merupakan cabang linguistik yang mengkaji struktur bahasa
secara eksternal, yakni penggunaan satuan kebahasaan dalam komunikasi.
Para
pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule
(http://dimasmadang.wordpress.com/definisi-pragmatik/), misalnya,
menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu
1. bidang yang mengkaji makna pembicara;
2. bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya;
3. bidang
yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang
dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan
4. bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Sedangkan
Thomas (http://dimasmadang.wordpress.com/definisi-pragmatik/) menyebut
dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama,
dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan
makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut
pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran
(utterance interpretation). Selanjutnya, dengan mengandaikan bahwa
pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara
pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan
linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran,
mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam
interaksi (meaning in interaction).
Leech (http://dimasmadang.wordpress.com20081124definisi-pragmatik)
melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai
kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu
melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu
melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan komplementarisme,
atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling
melengkapi.
Pendapat
yang agak berbeda tentang pragmatik disampaikan oleh Morris
(http://guru-umarbakri.blogspot.com/200905/kajian-bahasa.html) Pragmatik
sebagai suatu kajian ilmu muncul dari pandangan Morris tentang
semiotik, yaitu ilmu yang mempelajari sistem tanda atau lambang. Morris
membagi semiotik ke dalam tiga cabang ilmu, yaitu sintaksis, semantik,
dan pragmatik. Sintaksis mempelajari hubungan antara lambang dengan
lambang lainnya, semantik mempelajari hubungan antara lambang dengan
objeknya, dan pragmatik mempelajari hubungan antara lambang dengan
penafsirnya.
Achmad
Sani Saidi (2010:4) menyimpulkan dari definisi para ahli bahwa
pragmatik adalah kajian tentang penggunaan atau menelaah makna bahasa
yang berkaitan erat dengan unsure konteks peserta tutur.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan
cabang ilmu bahasa yang mengkaji segala makna tuturan berdasarkan
maksud penutur yang dihubungkan dengan aspek-aspek ilmu bahasa dan
aspek-aspek nonbahasa. Aspek-aspek ini sangat mempengaruhi makna satuan
bahasa, mulai dari kata sampai pada sebuah wacana.
1.2. Topik Pembahasan Dalam Pragmatik
Situasi Tutur
Ahmad
Sani Saidi (2010:4) Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai
bagaimana caranya konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menaksirkan
kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran.
Kancah yang dipelajari pragmatik ada empat yaitu :
1. Dieksis.
Menurut
KBBI deiksis diartikan sebagai hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di
luar bahasa; kata tunjuk pronomina, ketakrifan, dan sebagainya. Hasan
Alwi menyatakan deiksis adalah gejala semantik yang terdapat pada kata
atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan
mempertimbangkan konteks pembicaraan
(http://guru-umarbakri.blogspot.com/200905/belajar-pragmatik.html).
Kata
saya, sini, sekarang, misalnya, tidak memiliki acuan yang tetap
melainkan bervariasi tergantung pada berbagai hal. Acuan dari kata saya
menjadi jelas setelah diketahui siapa yang mengucapkan kata itu. Kata
sini memiliki rujukan yang nyata setelah di ketahui di mana kata itu di
ucapkan. Demikian pula, kata sekarang ketika diketahui pula kapan kata
itu diujarkan. Dengan demikian kata-kata di atas termasuk kata-kata yang
deiktis. Berbeda halnya dengan kata-kata seperti meja, kursi, mobil,
dan komputer. Siapapun yang mengatakan, di manapun, dan kapanpun,
kata-kata tersebut memiliki acuan yang jelas dan tetap.
Deiksis
didefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya.
Contohnya dalam kalimat “Saya mencintai dia”, informasi dari kata ganti
“saya” dan “dia” hanya dapat di telusuri dari konteks ujaran.
Ungkapan-ungkapan yang hanya diketahui hanya dari konteks ujaran itulah
yang di sebut deiksis.
Dari
defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah kata-kata
penutur yang hanya dapat ditafsirkan maknanya dengan melihat situasi
dimana penutur melakukan pembicaraan
Menurut
Levinson
(http://guru-umarbakri.blogspot.com/200905/belajar-pragmatik.html)
Deiksis dapat di bagi menjadi lima kategori, yaitu deiksis orang
(persona), waktu (time), tempat (place), wacana (discourse), dan sosial
(social). Deiksis orang berkenaan dengan penggunaan kata ganti persona,
seperti saya (kata ganti persona pertama), kamu (kata ganti persona
kedua). Contoh Bolehkah saya datang kerumahmu? Kata saya dan -mu dapat
dipahami acuannya hanya apabila diketahui siapa yang mengucapkan kalimat
itu, dan kepada siapa ujaran itu ditujukan.
a. Deiksis
waktu berkenaan dengan penggunaan keterangan waktu, seperti kemarin,
hari ini, dan besok. Contoh, Bukankah besok hari libur? Kata besok
memiliki rujukan yang jelas hanya apabila diketahui kapan kalimat itu
diucapkan.
b. Deiksis
tempat berkenaan dengan penggunaan keterangan tempat, seperti di sini,
di sana, dan di depan. Contoh duduklah di sini!. Kata di sini memiliki
acuan yang jelas hanya apabila diketahui dimana kalimat itu diujarkan.
c. Deiksis
wacana berkaitan dengan penggunaan ungkapan dalam suatu ujaran untuk
mengacu pada bagian dari ujaran yang mengandung ungkapan itu (termasuk
ungkapan itu sendiri), seperti berikut ini, pada bagian lalu, dan ini.
Contoh, kata that pada kalimat that was the funniest story ever heard.
Penanda wacana yang menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat lain.
Seperti any way, by the way, dan di samping itu juga termasuk dalam
deiksis wacana. Deiksis sosial berkenaan dengan aspek ujaran yang
mencerrminkan realitas sosial tertentu pada saat ujaran itu dihasilkan.
Penggunaan kata Bapak pada kalimat “Bapak dapat memberi kuliah hari
ini?” Yang diucapkan oleh seorang mahasiswa kepada dosennya mencerminkan
deiksis sosial. Dalam contoh di atas dapat diketahui tingkat sosial
pembicara dan lawan bicara. Lawan bicara memiliki tingkat sosial yang
lebih tinggi dari pada pembicara.
2. Praanggapan (Presupposition)
Brown dan Yule (www.jurnallingua.com) Praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan; atau “What a speaker or writer assumes that the receiver of the missage alredy knows”.
Asumsi tersebut ditentukan batas-batasannya berdasarkan
anggapan-anggapan pembicara mengenai apa yang kemungkinan akan diterima
oleh lawan bicara tanpa tantangan. Sebagai ilustrasi perhatikan
percakapan di bawah ini:
A: bagaimana kalau kita mengundang jhon malam ini?
B: Waw!! Ide yang bagus; ia dapat memberikan tumpangan kepada
Monica
Praanggapan
yang terdapat dalam percakapan di atas antara lain adalah (1) Bahwa A
dan B kenal dengan John dan Monica, (2) bahwa John memiliki kendaraan –
kemungkinan besar mobil, dan (3) bahwa Monica tidak memiliki kendaraan
saat ini.
Dari
contoh di atas dipahami bahwa apabila suatu kalimat diucapkan, selain
dari makna yang dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu, turut
tersertakan pula tambahan makna, yang tidak dinyatakan dengan pengucapan
kalimat itu (umarbakri.blogspot.com/200905/belajar-pragmatik.html).
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Praanggapan adalah anggapan-anggapan
yang mungkin diterima oleh penyimak dari apa yang didengarnya melalui
penutur.
3. Tindak Tutur
Plat
dan Plat mendefenisikan Tindak tutur sebagai suatu tuturan/ujaran yang
merupakan satuan fungsional dalam komunikasi (jurnallingua.com).
Kata-kata yang diungkapkan oleh pembicara memiliki dua jenis makna
sekaligus, yaitu makna proposisional atau makna lokusi dan makna
ilokusi. Makna lokusi adalah makna harfiah kata-kata yang terucap itu.
Untuk memahami makna ini pendengar cukup melakukan decoding terhadap
kata-kata tersebut dengan bekal pengetahuan gramatikal dan kosa kata.
Makna ilokusi merupakan efek yang ditimbulkan oleh kata-kata yang
diucapkan oleh pembicara kepada pendengar. Sebagai ilustrasi, dalam
ungkapan “saya haus” makna lokusinya adalah pernyataan yang
menggambarkan kondisi fisik pembicara bahwa Ia haus. Makna ilokusinya
adalah efek yang diharapkan muncul dari pernyataan tersebut terhadap
pendengar. Pernyataan tersebut barangkali dimaksudkan sebagai permintaan
kepada pendengar untuk menyediakan minuman bagi pembicara.
Dari
uraian di atas tampak bahwa tindak tutur (speech act) merupakan fungsi
bahasa , yaitu tujuan digunakan bahasa, seperti untuk memuji, meminta
maaf, memberi saran, dan mengundang. Fungsi-fungsi tersebut tidak dapat
ditentukan hanya dari bentuk gramatikalnya, tetapi juga dari konteks
digunakannya bahasa tersebut. Sebagai contoh, Kalimat deklaratif yang
secara tradisional digunakan untuk membuat pernyataan dapat digunakan untuk menyatakan permintaan atau perintah.
Oleh
karena itu, dalam teori tindak tutur (speech act) dikenal istilah
tindak tutur tidak langsung (indirect speech act), yaitu tindak tutur
yang dikemukakan secara tidak langsung (www.jurnalingua.com). Contoh:
A: Kemarau nihhh!!!
B: Bu, saya haus
Kalimat
(1) adalah contoh tindak tutur tidak langsung, dan kalimat (2) adalah
kalimat contoh tindak tutur langsung. Dalam komunikasi sehari-hari,
tindak tutur langsung sering dianggap lebih sopan dari pada tindak tutur
langsung, terutama apabila berkaitan dengan permintaan dan penolakan.
4. Implikatur Percapakan
Istilah
implikatur dipakai oleh Grice untuk menerangkan apa yang mungkin di
artikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dengan
apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur itu (www.jurnallingua.com).
Menurut
Levinson (Sani Saidi, 2010:6) kami simpulkan bawha, implikatur
percakapan merupakan penyimpangan dari muatan semantik suatu kalimat
dengan menyederhanakan struktur dan isinya namun dapat menjelaskan fakta
bahasa secara tepat.
Contoh :
A : Apa mobil sudah ada bu?
B : Bapak belum pulang kerja.
Dari
contoh diatas kalimat A dan B tidak menunjukkan kaitan secara
normalnya. Namun kedua pembicara sudah mengetahui bahwa jawaban yang
disampaikan sudah cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara pertama
sebab ia tahu bahwa mobil masih dipakai Bapak bekerja dan artinya mobil
belum ada dirumah.
1.3.Perbedaan Analisis Linguitik Struktural Dengan Analisis Pragmatik
Analisis
linguistik struktural merupakan pengkajian suatu kalimat atau wacana
dengan menjadikan bentuk-bentuk lingual tanpa mempertimbangkan situasi
tutur sebagai dasar pengkajian, sehingga penganalisisannya bersifat
formal.
Kita
ambil contoh kalimat/teks iklan Nasi Goreng Kokita dianalisis secara
linguistik struktural, setidak-tidaknya akan diperoleh kesimpulan bahwa
dalam teks iklan itu terdapat:
Regu tembak : Coba katakan, apa permintaan terakhirmu?
Tahanan : Nasi goreng Kokita.
Regu tembak dan tahanan : Hm!
1. klausa
interogatif-informatif, yaitu pada kalimat “Coba katakan, apa
permintaan terakhirmu?” dengan penanda perintah “coba”, predikat
“katakan”, kata Tanya “apa” sebagai predikat, dan subjeknya “permintaan
terakhirmu”.
2. kalimat jawaban, yaitu pada kalimat “Nasi goreng Kokita.” berupa frase nomina atributif yang menduduki fungsi predikat.
3. kalimat minor, yaitu pada kalimat “Hm!” berupa kalimat seru yang terdiri atas interjeksi.
Bila
diteruskan dengan menggunakan analisis gramatika secara formal,
biasanya penganalisisan secara linguistik struktural itu akan
dilanjutkan pada tataran subklausa, kata, dan morfem. Analisis formal
seperti ini tidak akan menangkap maksud penulisan teks iklan tersebut,
bila pendekatan pragmatik untuk melengkapinya tidak digunakan.
Sedangkan
Analisis pragmatik merupakan pengkajian suatu kalimat atau wacana
dengan mempertimbangkan situasi tutur yang dapat melahirkan kesimpulan
tersirat dalam kalimat atau wacana tersebut. Analisis pragmatik ini
dapat dilihat dalam wacana berupa teks iklan bumbu masak nasi goring
Kokita berikut.
Regu tembak : Coba katakan, apa permintaan terakhirmu?
Tahanan : Nasi goreng Kokita.
Regu tembak dan tahanan : Hm! (Makan nasi goreng bersama-sama)
Dari
teks iklan tersebut, secara analisis pragmatik diperoleh kesimpulan
bahwa nasi goreng dengan bumbu masak Kokita sangat lezat. Kesimpulan ini
diperoleh berdasarkan hasil perbandingan teks tersebut dengan kenyataan
di lapangan yang menunjukkan bahwa, bila seorang tahanan yang akan
menjalani eksekusi di depan regu tembak ditanyai tentang permitaan
terakhirnya, maka jawaban yang disampaikannya adalah “Ingin bertemu
dengan keluarga atau teman terdekat”. Namun, dalam teks iklan itu
ternyata tahanan menjawab “Nasi goreng Kokita”.Hal ini menunjukkan
bahwa, makan nasi goreng dengan bumbu masak Kokita dipandang lebih
penting daripada bertemu dengan anak dan istri. Jadi dalam teks iklan
itu diungkapkan secara tersirat bahwa, bumbu masak Kokita sangat lezat,
sehingga dapat melupakan anak dan istri, serta kedudukan dan kewajiban
regu tembak terlupakan karena ikut menikmati nasi goreng dengan bumbu
masak Kokita yang diminta tahanannya. Dengan demikian, jawaban “Nasi
goreng Kokita” yang diungkapkan tahanan, bukanlah sekedar informasi
biasa, tetapi merupakan informasi yang memiliki daya persuasi yang kuat.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa bahwa perbedaan antara Analisis Linguistik dan
Analisis Pragmatik adalah terletak pada aspek analisisnya. Jika pada
analisis linguistic struktur yang dikaji adalah aspek yang berhubungan
dengan struktur kebahasaanya (fonologi, sintaksis, semanttik, morfologi)
sedangkan pada kajian pragmatik yang dikaji adalah situasi tutur yang
dapat menimbulkan makna sebenarnya secara tidak langsung.
BAB III
KESIMPULAN
Pragmatik
merupakan cabang ilmu bahasa yang mengkaji segala makna tuturan
berdasarkan maksud penutur yang dihubungkan dengan aspek-aspek ilmu
bahasa dan aspek-aspek nonbahasa. Aspek-aspek ini sangat mempengaruhi
makna satuan bahasa, mulai dari kata sampai pada sebuah wacana.
Dalam pembahasannya ada 4 kancah yang dipelajari dalam ilmu pragmatik yaitu : Deiksi, Praanggapan, Tindak Ujar dan Implikatur Percakapan.
Perbedaan
antara Analisis Linguistik dan Analisis Pragmatik adalah terletak pada
aspek analisisnya. Jika pada analisis linguistic struktur yang dikaji
adalah aspek yang berhubungan dengan struktur kebahasaanya (fonologi,
sintaksis, semanttik, morfologi) sedangkan pada kajian pragmatik yang
dikaji adalah situasi tutur yang dapat menimbulkan makna sebenarnya
secara tidak langsung melalui keempat kancah yang dibahas dalam ilmu
pragmatik ini.
Daftar Pustaka
Sani Saidi, Achmad. 2010. Bahan Ajar Pragmatik. Palembang: Universitas PGRI Palembang
Kamus Besar Bahasa Indonesia
________, kaijian bahasa, (online), (http://guru-umarbakri.blogspot.com/200905/kajian-bahasa.html) , diakses 2 Maret 2012.